Minggu, 19 Maret 2017

Skripsi itu yang penting selesai? #1 Skripsian

#1 skripsi: taklukan dengan doa dan usaha
Teringat masa skripsiku
Masa dimana ups and downs
Aku terus menghitung
Berapa banyak kali aku bersemangat dan seketika patah hati
Berapa banyak kali ku mulai percaya dan seketika kecewa
Banyak yang datang menghampiriku berkeluh-kesah
Bercerita tentang proses yang dianggap melelahkan
Padahal jikalau kita mau duduk sejenak dan mendengar
Banyak yang lebih rumit dari perjalanan kita
Berkal-kali aku berkata
“Bagaikan pesawat, kita itu pilotnya, kita yang atur
mau dibawa kemana skripsi kita.”
Seorang pilot sudah tau, lintasan mana yang harus dilewati
dan tidak boleh dilewati
Seorang pilot juga tau, perbedaan awan dalam satu detiknya
Selebihnya, Tuhan yang menentukan
Skripsi bagiku adalah masterpiece. Mungkin bagi banyak orang, skrispi itu yang penting selesai. Pertanyaannya? Apakah kita mementingkan proses atau mementingkan hasil? Jawaban yang berbeda pasti akan kita temui, tapi yang terpenting “saling menghargai”. Ini adalah salah satu hal yang ku dapatkan ketika aku skripsian.
Mungkin bagi sebagian orang, “jika ingin dihargai, kita harus terlebih dahulu menghargai orang lain.” Tapi bagiku, “jika kita ingin dihargai, kita harus bisa menghargai diri kita sendiri.” Mungkin pertanyaan selanjutnya adalah bagaimana? Menghargai diri kita sendiri adalah dengan cara bagaimana kita memperlakukan sesuatu yang sudah lama menjadi bagian dari hidup kita, sampai bagaimana kita menghargai karya yang kita buat. Sebesar itu kita menghargainya, sebesar itu pula orang lain akan menghargai diri kita, karya kita.
Judul skripsi aku itu, “Kepatuhan Australia terhadap Lombok Treaty dalam Penanganan Human Trafficking Berdasarkan Politik Hukum Internasional tahun 2013-2015.” Aku punya tujuan yang aku rancang jauh-jauh hari kenapa aku ambil tema ini, kenapa aku fokus sama kajian Australia, kenapa aku tertarik sama Lombok Treaty, kenapa human trafficking. Semua uda aku pikirkan, ga hanya untuk skripsi ini kelar, tapi juga untuk keberlangsungan masa depan aku.
Aku pingin ngelanjutin kuliah s2 di Aussie ngambil jurusan yang berhubungan sama transnational organize crime, kalau harus tawar menawar untuk bisa mendapatkan beasiswa Australian Award, aku punya skripsi ini untuk membuktikan kepada pihak pemberi beasiswa kalau aku layak menjadi penerima beasiswa dan aware sama permasalahan human trafficking di Aussie.
Percaya ga percaya, skripsi itu kelar dalam satu minggu kalau kita sudah tau apa yang mau kita bahas, kita sudah dapat datanya, kita sudah tau mau mulai darimana dan mengakhirinya di kesimpulan dan saran.
Pertama, yang membuatnya berlarut-larut adalah kemalasan kita, kejenuhan kita, aktivitas kita mungkin. Tau ga tau, aku juga gatau siapa yang tau haha saat aku skripsian, aku ga punya waktu buat diriku sendiri, selain untuk tidur. Pilihannya hanya 2, untuk skripsiku dan aktivitasku di organisasi kampus. Malas? Aku pernah malas ngerjain skripsi ga yaa? Aku pernah malas konsultasi ga yaa? Aku pernah malas revisian ga yaa? Dosen aku sih pernah bilang begini sama aku, “Shyta, kamu terus, saya itu sampe bosan ngeliat kamu.” Karena jadwal aku yang padat, ceilahh.. aku ga pernah nunda-nunda sesuatu yang bisa aku lakukan saat itu juga. Begitu abis di corat coret dosen, aku balik ke kosan, revisian.
Kedua, yang membuatnya sampai berlarut-larut adalah bagaimana kita membangun hubungan, chemistry dengan dosen pembimbing kita. Kalo di dunia kerja, dosen pembimbing kita itu bagaikan team work. Yang akan membantu kita, yang akan mengritisi kita, mengingatkan kita, bahkan mengevaluasi kita.
Terkadang aku banyak mendengar cerita, “mba, dosennya begini begitu.” “Mba” “Mba” “Mba”... yang hampir semua berhubungan dengan dosen pembimbing. Selebihnya tentang skripsi mereka.
Saranku, “jangan pernah menidakan dosen, siapapun itu. Semakin kamu menidakan, semakin dekat hubungan kamu dengan dia. Karena apa? Karena kalau benci itu cinta, cinta itu benci. Karena benci kita akan mencari kekurangannya, karena kalau cinta, kita akan melihat banyak kekurangan yang membuat kita juga jengah. Karena ternyata yang kita cinta, tidak sesuai disaat tatap mata awal melihat. Terbukalah, hati dan pikiranmu, terima siapapun yang akan membimbing kamu. Karena yang namanya skripsian, itu mainnya aura. Kalau aura kamu positif, insyaAllah semua akan menjadi ringan, dan sebaliknya.”
Jadikan dosen pembimbing sebagai teman kamu, sahabat kamu, teman curhat kamu mungkin haha tapi ga semua dosen punya waktu untuk mendengarkan curhatan kita.

Habis ini, aku bakal cerita giman proses skripsian aku.. #2 Skripsi

Tidak ada komentar:

Posting Komentar