Kota nan
Hangat.. Purwokerto..
Purwokerto
satu november dua ribu enam belas. Tanggal pertama di bulan november, minggu
kedua di kota mungil Purwokerto. Kurang lebih 9 hari yang lalu aku tiba di kota
mungil ini. kota yang 10 bulan lalu aku anggap masa lalu ku, ternyata ku mulai
masa depan ku di kota mungil ini. Selama 4 tahun 3 bulan, kota ini menjadi
bagian dalam tulisan bertinta dalam microsoft word, yang aku tulis tapi masih
berpikir berkali-kali untuk membagikan. Di kota ini, aku melewati banyak kisah
dan cerita yang mungkin bisa dijadikan serial eftivi di atas panggung
kehidupan.
Menjadi
mahasiswa di salah satu perguruan tinggi negeri di kota senyaman, setenang ini
membuatku merasa aman dan tentram. Yah bisa di bilang ini tidak baik untuk
seorang mahasiswa yang harusnya memiliki semangat perjuangan untuk maju. Aku
menghabiskan waktu selama 4 tahun berkecimpung di dunia politik kampus. Menjadi
bagian dari yang katanya lembaga politik. Itulah masa laluku. Mungkin ada orang
yang tau, tapi mungkin tak banyak yang tau. Ntah wajahku familiar atau
membosankan.
Kosanku
adalah tempat ternyaman untuk berbagi. Sudut pandang, kebudayaan yang berbeda
tidak membuatku tersedak menelan kekecewaan. Kami malah membuatnya menjadi
sebuah ikatan kekeluargaan. Setiap jati diri yang ku temui menjadi bahan
pembelajaran untukku. Menjadi pedoman dalam mengutarakan pemikiranku. Tidak
semua orang menerima cara yang sama dalam menikmati kehidupan. Tidak semua
pribadi dengan cepat beradaptasi dalam perubahan. Setiap di Purwokerto, salah
satu rumah yang ingin selalu aku kunjungi adalah kosan ini untuk bertemu dengan
mereka para perempuan rantau.
Di malam
hari, saat kami berkumpul, ada salah satu anak kosan yang baru saja datang dari
mengajar di sebuah bimbingan belajar (bimbel). Aku bertanya-tanya sedikit,
tentang dimana bimbel itu dll. Setelah itu, aku melamar kerja ke bimbel yang
dimaksud sebagai mentor mata pelajaran IPS. Aku datang, dan aku langsung
diterima. Sebuah harapan baru yang muncul dalam hidupku. Aku tidak lagi
berpikir apa aku bisa mengajar atau tidak. Yang aku tau, aku bekerja, melakukan
yang terbaik, dan aku mendapatkan imbalan yang cukup untuk mencukupi
kebutuhanku selama jauh dari orang tua, dan syukur-syukur aku bisa membantu
mereka dalam memenuhi kebutuhan keluarga.
Malamnya aku
langsung di sms untuk mengajar di dua kelas. Aku bersyukur. Allah swt.
memberikan apa yang aku butuhkan sesuai dengan waktu yang tepat. Keesokan
harinya, aku datang setengah jam sebelum waktu mengajar yang telah dijadwalkan.
Setengah jam aku menunggu, ternyata anaknya belum datang juga. Aku melanjutkan
penantianku. Tepat setengah jam berikutnya, aku masuk ke kelas, menyapa mereka
dan berkenalan. Aku bertanya, “apakah ada PR (pekerjaan rumah)?” mereka
menjawab dengan suara males-malesan “tidak”. Aku lanjutkan pertanyaanku,
“terakhir belajar apa di sekolah?” “Globalisasi.” “Hah, serius?” “Iya.” Ini
mata kuliah konsentrasi aku waktu menjadi mahasiswa. Aku takjub, anak SMP
belajar globalisasi, wow. Emang udah zamannya sih. Aku bersyukur karena aku
paham tentang globalisasi. Masuk ke kelas selanjutnya, materinya masih sama.
Sama-sama tentang globalisasi. Aku terselamatkan. Keesokan harinya aku mengajar
lagi, kelas yang pertama hanya ada satu anak, dia ada PR, dan aku
mendampinginya mengerjakan PR. Setelah itu, aku mengajar di satu kelas lagi,
mereka malah ga mau belajar, maunya ngobrol dan follow instagram mereka,
“ada-ada saja.” Tapi aku tetap mengajarkan mereka sedikit tentang interaksi
sosial. Kenapa sedikit, karena mereka sudah tidak kondusif.
Aku sangat
mengerti akan kondisi ini. Asyiknya bercerita dengan teman-teman yang lain
lebih bermakna ketika rasa malas yang menghinggapi diri ini. seperti aku saat
ini, aku lagi malas belajar IELTS, jadi aku menulis saja. Haha aku ingat
beberapa tahun yang lalu, terkahir aku les bahasa inggris di salah satu bimbel
yang cukup memiliki nama di kota asalku. Hanya seminggu tiga kali pertemuan dan
aku mengakhirinya, sampai-sampai di sms sama mentornya. “Shyta, kamu ga les
lagi?” “ga pak” “kenapa?” “males.” Haha that’s my answer. Aku adalah tipe orang
yang bisa dibilang ga suka untuk belajar lagi di kelas, selain di sekolah
dengan metode yang sama. Aku lebih suka bertemu dengan alam, orang lain,
mungkin dalam waktu dan tempat yang berbeda-beda. Itu lebih mengasyikan. Atau
kalau belajar, aku lebih suka sambil dengerin lagu dan ngubek-ngubek buku
sampai bukunya tidak lagi berbentuk. Aku lebih suka pergi ke gramedia daripada
ke perpustakaan. Aku lebih suka duduk sendiri di tengah keramaian atau saling
bercerita sambil duduk bertatap muka.
Bisa
dibilang aku adalah Uray Shyta Damayanti yang mungkin ber-IQ rendah. Belum
pernah tes IQ sih haha. Nah, Kenapa? Karena aku menggunakan 4 metode
pembelajaran yang mungkin hanya aku yang menggunakan. Pertama, aku baca. Kedua,
aku garis. ketiga, aku tulis dengan kata-kataku sendiri. keempat, aku
praktekan. Tapi setelah itu, alhamdulillah aku cukup berhasil melewati seminar
proposal dan pendadaran dengan mendapatkan tepuk tangan dari mereka. Belajarlah
dengan penuh keyakinan dan kepercayaan terhadap Allah swt. dan sertakan Allah
swt. dalam setiap usahamu, maka Allah swt. akan memberikan jalan. Ketika kau
sudah diatas panggung, serahkan dan pasrahkan semua pada yang kuasa.
Ini ceritaku,
dari sudut pandangku. Kau tidak suka? Terserah padamu..