#1 Proses Hijrahku
Aku dulu sekolah di SMA
Muhammadiyah 1 Pontianak selama 3 tahun. Tapi selama itu pula, aku ga menemukan
alasan untuk mengenakan kerudung. Mungkin di sekolah aku pakai kerudung,
setelah sampai di rumah atau berniat jalan-jalan keluar rumah. Aku ga pakai
kerudung sungguhpun aku sekolah yang mewajibkan siswinya mengnakan kerudung.
Selama kurang lebih 1
tahun setengah, aku sudah mempertimbangkan ini. Mungkin banyak orang di luaran
sana membutuhkan saran dari teman-teman untuk mengenakan kerudung, tapi aku
malah membuang kesempatan itu.
Setahun yang lalu, aku
jalan-jalan bersama temanku ke Gramedia Depok. Aku bilang pingin beli buku ini.
Buku yang dimaksud adalah bukunya Dian Pelangi yang isinya fashion orang-orang
yang berhijab gitu. Harganya lumayan, lumayan bikin dompet bengkas haha. Kata
temanku, “aku beliin sekarang, tapi kamu pakai hijab sekarang.” Tanpa
berkata-kata, aku taruh lagi itu buku ke tempat asal aku ambil.
Dp bbm aku pernah aku
pasang saat aku menggunakan kerudung modal pinjam sama tetangga kamarku. Ada
yang komentar, “subhanallah mba shyta, cantik banget.” “terima kasih.” Aku ga
senang kok, aku cuma malu aja haha. Siapa sih perempuan yang ga senang dibilang
cantik haha walaupun sesama wanita. Detik itu dia bilang sama aku, “mba, ntar
kalo mba wisuda, aku kasih kerudung yaa.” “terima kasih yaa, tapi ga usah
repot-repot, aku belum pakai kerudung.” “gapapa mba, ga peduli mba pakainya
kapan. Yang penting ini bisa jadi motivasi mba.” “wah, terima kasih yaa.” Ini
buat aku berenergi.
Setelah aku lulus, aku
menyelesaikan semua kebutuhanku, administrasi segalam macem. Ga lama dari itu,
aku mutusin buat balik ke Pontianak, kota kelahiranku.
Dalam setiap doaku, aku
memohon, “Ya Allah jadikanlah aku pintu rezeki bagiku, keluargaku, dan orang
lain. jadikanlah aku orang yang bermanfaat dan dapat berbagi dengan sesama.”
Selama aku balik ke
Pontianak, aku dipercaya untuk menjaga keponakanku, umurnya belum ada 6 bulan.
Lucu banget. Sampai aku balik lagi ke Jawa, aku ingat waktu mimik dia ngucapin
kata “jatuh.” Dia sekarang udah bisa jalan dan sedikit berlari-lari. Aku selalu
bilang sama dia “jalannya pelan-pelan, nanti jatuh, sakit. Nanti apa?” “jatuh.”
Rindu yaa.
Dulu aku ga sempat
untuk lihat kakak aku lahiran, sekarang aku ga mua ngelewatin momen saat dia
belajar jalan. Setiap dia jatuh, ketika belajar jalan. Aku bilang sama dia “ayo
bangun lagi, berdiri.” sambilku angkat tangannya. Jatuh yang kedua, tidak aku
angkat tangannya, tapi mencontohkan dengan gerakan badanku. Aku lakukan
berulang kali sampai dia mengerti bahwa kalau jatuh harus berdiri, bahkan
sendiri. Sampai dia sudah bisa berjalan. Ini akan aku ceritakan ketika aku
menceritakan keponakanku (Sandiaga Zanindra Putra)
Aku dipercaya menjaga
dia selama 2 bulan, aku balik ke Jakarta karena ada panggilan psikotest di dua
stasiun TV Swasta di Indonesia, tapi semua gagal. Yahh positif aja emang belum
rezeki, pasti ada yang lebih baik yang udah Allah persiapkan.
Setelah aku mengikuti
psikotest di stasiun TV Swasta, tanteku harus di larikan ke RS karena terkena
demam berdarah dan aku menjadi pengasuhnya selama seminggu.
Setelah itu, temanku
ngajak aku buat TOEFL Preparation di Purwokerto, kota kami kuliah dulu. Kami
ikut yang 10 kali pertemuan untuk persiapan dan tes TOEFL bonus 3 persiapan.
Tapi gagal juga. Karena dari awal aku ga semangat untuk belajar TOEFL dibandingkan
belajar IELTS. Jadi begitu ikut kelas persiapan itu semua mantul gitu aja.
Sayang duit. Maafkan aku mah. Setelah aku ketuk jidad aku untuk memahami TOEFL.
Baru dah dikit-dikit masuk tuh tips-tips buat TOEFL.
Udah sedikit yakin untuk
tes malah ga jadi. Yah tekor bandar, uangnya cuma dibalikin setengah.
Setelah itu aku balik
ke Jakarta, untuk ikut psikotest di TV Swasta lagi. Psikotestnya ada 7 tahap,
buset. Yaudah sih jalanin aja. Yang aku tau, yang ikut psikotest itu ada dea
dan eko. Tapi aku sama dea gagal, ini eko mantep bet bisa lanjut ke tahap
interview.
Terus aku sedikit
frustasi, karena selama 6 bulan prioritas aku daftar di media industri, yaa TV
gitu. Yaudahlah aku mah coba ikhlasin. Sampe frustasi, aku neglakuin kesalahan
besar menurut aku, aku kenak tipu orang yang nawarin kerjaan, tau itu pikiran
lagi begok. Sadar-sadar aku udah nyerahin uang yang banyak banget buat aku. Aku
tuh sadarnya pas aku baca ayat kursi berkali-kali sampe aku bisa mikir jernih.
Aku mikirnya, yaudah aku sedekah, aku coba ikhlasin lagi. Tapi parahnya, buat
aku ngutang sama teman-teman aku buat bertahan hidup di Jakarta. Alhamdulillah
teman aku pada baik-baik, aku jelasin kondisi aku. Mereka bilang “Shyta, uda
aku ikhlasin, ga usah dibayar.” “ih ga bisa atuh, utang mah tetap utang. Aku
akan berusaha buat bayar. Tapi aku mohon kamu bersabar ya, sampe aku bisa
bayar.” “iya, iya tapi kamu tenang aja, santai ga usah buru-buru yaa.” “terima
kasih yaa. Muach muach kecup basah peluk hangat.” (andalan aku)
Setelah itu, aku
mutusin buat balik ke Pontianak setelah kejadian itu dan mendapat telpon dari
mamaku. Lagi-lagi aku dipercaya buat menjaga keponakanku. Aku datang ke rumah,
orang yang pertama ingin ku lihat adalah si baby mungil ini. “ta, ngapain sampe
ngebut.” “aku pingin ketemu aga (my nephew).” Pertama aku lihat, dia kurus
banget, beda saat aku tinggalkan dia ke Jakarta.
Aku langsung rebut dia
dari pelukan mama aku. Eh dia nangis haha “lupa ya sama ateu?” Setelah dia
memperhatikan aku. Nah, dia nunjuk-nunjuk aku. “sini sama ateu..” masih belum
mau. Ya sudah, aku rapikan barang aku. Aku ga tau sampai kapan aku disini. Yang
aku tau, aku ga mau melanjutkan hidup aku di kota ini, karena aku ingin
mewujudkan mimpi mama aku untuk pindah ke Jawa.
Keesokan paginya, aku
mulai aktivitas aku jadi anak mama papa. Bersihin rumah, masak, nyuci piring,
dan ngasuh aga mulai jam 8 pagi-12 dilanjut jam 1-5 sore sampai hari jumat. Aku
melakukan ini selama kurang lebih 4 bulan.
Selama aku pulang ke
rumah, aku mengetahui sebuah kenyataan. Kondisi keuangan keluarga aku yang ga stabil.
Berhari-hari waktu ku
lalui tanpa memandang wajah ayahku, rasa benci, kecewa. Ntahlah. Kau tau? Aku
sama sekali ga pernah pacaran dalam hidupku, bukannya aku ga pernah jatuh hati
ataupun jatuh cinta dengan seseorang. Kita hentikan saja, jangan sampai
melebar. Ntar aku cerita siapa orang yang pertama yang menggangu pikiran aku
haha
Katanya cinta pertama
seorang anak laki-laki adalah ibunya dan cinta pertama seorang anak perempuan
adalah ayahnya. Tapi aku merasa aku belum pernah jatuh cinta dengan papaku.
Bukannya dia bukan pria yang baik. Tapi mungkin aku yang belum menemukan alasan
untuk jatuh cinta padanya. Dari semua proses yang aku alami, ini adalah
pelajaran yang paling berharga dalam hidupku. Betapa sulitnya aku menyakini
diriku bahwa papaku layak untuk menjadi cinta pertamaku.
Aku ga habis pikir apa
yang membuat kami, yang aku anggap berada di posisi terbawah. Kami? Sekarang aku harus
bertanggungjawab untuk hidupku sendiri. Walaupun aku ga perlu memikirkan secara
berlebihan bagaimana mencukupi kebutuhan keluargaku, setidaknya aku sudah tidak
lagi menjadi beban keuangan mereka.
Jujur aku merasa lelah dan sedikit menyesal kenapa aku
memutuskan untuk kembali ke Pontianak. Tapi mama berusaha menyadarkanku,
“Shyta, kalo kamu terus disana, siapa yang akan memenuhi kebutuhan kamu? Mama
mungkin udah ga bisa ngirim uang.” Tapi dengan sombongnya aku bilang, “tenang
aja mah, malah disana aku bisa cari kerja, bisa bantu mama Alhamdulillah atau
mama ga perlu ngirimin aku uang lagi.” Aku bahkan tidak memikirkan bagaimana
perasaan mamaku detik itu.
Dari semua dampak
perceraian sepasang kekasih, pasti ada disalah satu anaknya yang terkena dampak
psikologis. Aku tau keluarga aku masih utuh, lengkap. Tapi dampak yang aku
dapatkan mungkin sama dengan anak-anak korban broken home. Aku berproses di
kampusku selama 4 tahun, bahkan aku mendedikasikan waktuku untuk berkecimpung
di dunia politik kampus, itu saja belum cukup untuk aku mengenal diriku, untuk
aku tau seberapa kuat mental aku. 4 tahun aku jauh dari orang tua, yang ga akan
pernah bisa menjenguk aku ketika aku sakit, sedangkan teman-teman aku, “mama..
papa.. aku sakit.” Seketika itu mamanya langsung datang dan bawa anaknya ke RS
untuk berobat.
Teringat suhu di
Purowkerto sangat dingin, seketika panas. Membuat tubuhku tidak bisa
beradaptasi dengan baik. Teman sekosanku juga merasakan yang sama. Kita
sama-sama sakit. Salah satu temanku yang lain menjenguknya, bahkan orang tua
temanku itu mengajak teman kosanku untuk berobat. Aku hanya terdiam disaat
mereka pamitan buat ke RS.
Hafyuh aku ga tau kalo
aku akan cerita sepanjang ini, kita lanjutkan ke #2 Proses Hijrah yaa.. Proses
berhijrahku, tidak hanya sampai disini. Masih panjang. Setiap pembelajaran yang
aku ambil yang membuatku yakin akan agamaku, aku akan kasih #.. Proses
Hijrahku.. Setia menunggu dan tetap terjaga..
Tidak ada komentar:
Posting Komentar