Minggu, 22 Januari 2017

#1 Proses Hijrahku

Aku dulu sekolah di SMA Muhammadiyah 1 Pontianak selama 3 tahun. Tapi selama itu pula, aku ga menemukan alasan untuk mengenakan kerudung. Mungkin di sekolah aku pakai kerudung, setelah sampai di rumah atau berniat jalan-jalan keluar rumah. Aku ga pakai kerudung sungguhpun aku sekolah yang mewajibkan siswinya mengnakan kerudung.
Selama kurang lebih 1 tahun setengah, aku sudah mempertimbangkan ini. Mungkin banyak orang di luaran sana membutuhkan saran dari teman-teman untuk mengenakan kerudung, tapi aku malah membuang kesempatan itu.

Setahun yang lalu, aku jalan-jalan bersama temanku ke Gramedia Depok. Aku bilang pingin beli buku ini. Buku yang dimaksud adalah bukunya Dian Pelangi yang isinya fashion orang-orang yang berhijab gitu. Harganya lumayan, lumayan bikin dompet bengkas haha. Kata temanku, “aku beliin sekarang, tapi kamu pakai hijab sekarang.” Tanpa berkata-kata, aku taruh lagi itu buku ke tempat asal aku ambil.

Dp bbm aku pernah aku pasang saat aku menggunakan kerudung modal pinjam sama tetangga kamarku. Ada yang komentar, “subhanallah mba shyta, cantik banget.” “terima kasih.” Aku ga senang kok, aku cuma malu aja haha. Siapa sih perempuan yang ga senang dibilang cantik haha walaupun sesama wanita. Detik itu dia bilang sama aku, “mba, ntar kalo mba wisuda, aku kasih kerudung yaa.” “terima kasih yaa, tapi ga usah repot-repot, aku belum pakai kerudung.” “gapapa mba, ga peduli mba pakainya kapan. Yang penting ini bisa jadi motivasi mba.” “wah, terima kasih yaa.” Ini buat aku berenergi.

Setelah aku lulus, aku menyelesaikan semua kebutuhanku, administrasi segalam macem. Ga lama dari itu, aku mutusin buat balik ke Pontianak, kota kelahiranku.

Dalam setiap doaku, aku memohon, “Ya Allah jadikanlah aku pintu rezeki bagiku, keluargaku, dan orang lain. jadikanlah aku orang yang bermanfaat dan dapat berbagi dengan sesama.”

Selama aku balik ke Pontianak, aku dipercaya untuk menjaga keponakanku, umurnya belum ada 6 bulan. Lucu banget. Sampai aku balik lagi ke Jawa, aku ingat waktu mimik dia ngucapin kata “jatuh.” Dia sekarang udah bisa jalan dan sedikit berlari-lari. Aku selalu bilang sama dia “jalannya pelan-pelan, nanti jatuh, sakit. Nanti apa?” “jatuh.” Rindu yaa.

Dulu aku ga sempat untuk lihat kakak aku lahiran, sekarang aku ga mua ngelewatin momen saat dia belajar jalan. Setiap dia jatuh, ketika belajar jalan. Aku bilang sama dia “ayo bangun lagi, berdiri.” sambilku angkat tangannya. Jatuh yang kedua, tidak aku angkat tangannya, tapi mencontohkan dengan gerakan badanku. Aku lakukan berulang kali sampai dia mengerti bahwa kalau jatuh harus berdiri, bahkan sendiri. Sampai dia sudah bisa berjalan. Ini akan aku ceritakan ketika aku menceritakan keponakanku (Sandiaga Zanindra Putra)

Aku dipercaya menjaga dia selama 2 bulan, aku balik ke Jakarta karena ada panggilan psikotest di dua stasiun TV Swasta di Indonesia, tapi semua gagal. Yahh positif aja emang belum rezeki, pasti ada yang lebih baik yang udah Allah persiapkan.

Setelah aku mengikuti psikotest di stasiun TV Swasta, tanteku harus di larikan ke RS karena terkena demam berdarah dan aku menjadi pengasuhnya selama seminggu.

Setelah itu, temanku ngajak aku buat TOEFL Preparation di Purwokerto, kota kami kuliah dulu. Kami ikut yang 10 kali pertemuan untuk persiapan dan tes TOEFL bonus 3 persiapan. Tapi gagal juga. Karena dari awal aku ga semangat untuk belajar TOEFL dibandingkan belajar IELTS. Jadi begitu ikut kelas persiapan itu semua mantul gitu aja. Sayang duit. Maafkan aku mah. Setelah aku ketuk jidad aku untuk memahami TOEFL. Baru dah dikit-dikit masuk tuh tips-tips buat TOEFL. 

Udah sedikit yakin untuk tes malah ga jadi. Yah tekor bandar, uangnya cuma dibalikin setengah.
Setelah itu aku balik ke Jakarta, untuk ikut psikotest di TV Swasta lagi. Psikotestnya ada 7 tahap, buset. Yaudah sih jalanin aja. Yang aku tau, yang ikut psikotest itu ada dea dan eko. Tapi aku sama dea gagal, ini eko mantep bet bisa lanjut ke tahap interview.

Terus aku sedikit frustasi, karena selama 6 bulan prioritas aku daftar di media industri, yaa TV gitu. Yaudahlah aku mah coba ikhlasin. Sampe frustasi, aku neglakuin kesalahan besar menurut aku, aku kenak tipu orang yang nawarin kerjaan, tau itu pikiran lagi begok. Sadar-sadar aku udah nyerahin uang yang banyak banget buat aku. Aku tuh sadarnya pas aku baca ayat kursi berkali-kali sampe aku bisa mikir jernih. Aku mikirnya, yaudah aku sedekah, aku coba ikhlasin lagi. Tapi parahnya, buat aku ngutang sama teman-teman aku buat bertahan hidup di Jakarta. Alhamdulillah teman aku pada baik-baik, aku jelasin kondisi aku. Mereka bilang “Shyta, uda aku ikhlasin, ga usah dibayar.” “ih ga bisa atuh, utang mah tetap utang. Aku akan berusaha buat bayar. Tapi aku mohon kamu bersabar ya, sampe aku bisa bayar.” “iya, iya tapi kamu tenang aja, santai ga usah buru-buru yaa.” “terima kasih yaa. Muach muach kecup basah peluk hangat.” (andalan aku)

Setelah itu, aku mutusin buat balik ke Pontianak setelah kejadian itu dan mendapat telpon dari mamaku. Lagi-lagi aku dipercaya buat menjaga keponakanku. Aku datang ke rumah, orang yang pertama ingin ku lihat adalah si baby mungil ini. “ta, ngapain sampe ngebut.” “aku pingin ketemu aga (my nephew).” Pertama aku lihat, dia kurus banget, beda saat aku tinggalkan dia ke Jakarta.

Aku langsung rebut dia dari pelukan mama aku. Eh dia nangis haha “lupa ya sama ateu?” Setelah dia memperhatikan aku. Nah, dia nunjuk-nunjuk aku. “sini sama ateu..” masih belum mau. Ya sudah, aku rapikan barang aku. Aku ga tau sampai kapan aku disini. Yang aku tau, aku ga mau melanjutkan hidup aku di kota ini, karena aku ingin mewujudkan mimpi mama aku untuk pindah ke Jawa.

Keesokan paginya, aku mulai aktivitas aku jadi anak mama papa. Bersihin rumah, masak, nyuci piring, dan ngasuh aga mulai jam 8 pagi-12 dilanjut jam 1-5 sore sampai hari jumat. Aku melakukan ini selama kurang lebih 4 bulan.

Selama aku pulang ke rumah, aku mengetahui sebuah kenyataan. Kondisi keuangan keluarga aku yang ga stabil. 

Berhari-hari waktu ku lalui tanpa memandang wajah ayahku, rasa benci, kecewa. Ntahlah. Kau tau? Aku sama sekali ga pernah pacaran dalam hidupku, bukannya aku ga pernah jatuh hati ataupun jatuh cinta dengan seseorang. Kita hentikan saja, jangan sampai melebar. Ntar aku cerita siapa orang yang pertama yang menggangu pikiran aku haha

Katanya cinta pertama seorang anak laki-laki adalah ibunya dan cinta pertama seorang anak perempuan adalah ayahnya. Tapi aku merasa aku belum pernah jatuh cinta dengan papaku. Bukannya dia bukan pria yang baik. Tapi mungkin aku yang belum menemukan alasan untuk jatuh cinta padanya. Dari semua proses yang aku alami, ini adalah pelajaran yang paling berharga dalam hidupku. Betapa sulitnya aku menyakini diriku bahwa papaku layak untuk menjadi cinta pertamaku.

Aku ga habis pikir apa yang membuat kami, yang aku anggap berada di posisi terbawah. Kami? Sekarang aku harus bertanggungjawab untuk hidupku sendiri. Walaupun aku ga perlu memikirkan secara berlebihan bagaimana mencukupi kebutuhan keluargaku, setidaknya aku sudah tidak lagi menjadi beban keuangan mereka.

Jujur aku merasa lelah dan sedikit menyesal kenapa aku memutuskan untuk kembali ke Pontianak. Tapi mama berusaha menyadarkanku, “Shyta, kalo kamu terus disana, siapa yang akan memenuhi kebutuhan kamu? Mama mungkin udah ga bisa ngirim uang.” Tapi dengan sombongnya aku bilang, “tenang aja mah, malah disana aku bisa cari kerja, bisa bantu mama Alhamdulillah atau mama ga perlu ngirimin aku uang lagi.” Aku bahkan tidak memikirkan bagaimana perasaan mamaku detik itu.

Dari semua dampak perceraian sepasang kekasih, pasti ada disalah satu anaknya yang terkena dampak psikologis. Aku tau keluarga aku masih utuh, lengkap. Tapi dampak yang aku dapatkan mungkin sama dengan anak-anak korban broken home. Aku berproses di kampusku selama 4 tahun, bahkan aku mendedikasikan waktuku untuk berkecimpung di dunia politik kampus, itu saja belum cukup untuk aku mengenal diriku, untuk aku tau seberapa kuat mental aku. 4 tahun aku jauh dari orang tua, yang ga akan pernah bisa menjenguk aku ketika aku sakit, sedangkan teman-teman aku, “mama.. papa.. aku sakit.” Seketika itu mamanya langsung datang dan bawa anaknya ke RS untuk berobat.

Teringat suhu di Purowkerto sangat dingin, seketika panas. Membuat tubuhku tidak bisa beradaptasi dengan baik. Teman sekosanku juga merasakan yang sama. Kita sama-sama sakit. Salah satu temanku yang lain menjenguknya, bahkan orang tua temanku itu mengajak teman kosanku untuk berobat. Aku hanya terdiam disaat mereka pamitan buat ke RS.


Hafyuh aku ga tau kalo aku akan cerita sepanjang ini, kita lanjutkan ke #2 Proses Hijrah yaa.. Proses berhijrahku, tidak hanya sampai disini. Masih panjang. Setiap pembelajaran yang aku ambil yang membuatku yakin akan agamaku, aku akan kasih #.. Proses Hijrahku.. Setia menunggu dan tetap terjaga..

Tidak ada komentar:

Posting Komentar