Minggu, 22 Januari 2017

#2 Proses Hijrahku

Selama 4 bulan lebih aku di Pontianak, aku manyun aja. Keinginanku hanya satu, aku ingin pulang ke Jawa. (pasrah)

Temanku udah pada kerja, udah pada lanjut studi. Ada yang di dalam negeri, ada yang di luar negeri. Hal yang sulit aku jawab ketika mereka tanya, “uda kerja?” “aku jawab udah.” “Kerja dimana?” “Kerja sama kakak aku, jagain anugerah terindah dari Allah.” “hah, maksudnya?” “jagain ponakan aku.” “kamu jadi baby sitter?” dengan berat aku balas pesan mereka “iya.”

Pada awalnya aku menyesal, kenapa aku harus pulang. Toh aku juga ga bisa ngapa-ngapain disini. Aku juga mempertanyakan keberadaan Allah. “Ya Allah, engkau itu ada ga sih? Kok cobaan aku segini beratnya?” (aku lupa kalo mama aku cobaannya jauh lebih berat) “Ya Allah, aku udah ga kuat.”

Berhari-hari, berbulan-bulan aku mengetuk dadaku, aku mengetuk kepalaku, yang parahnya aku tunjukan ke mamaku. Padahal aku tau tiap malam mama ga pernah tidur yang nyenyak, dia selalu terbangun di tengah malam.

Aku selalu bangun pagi dan duduk minum teh bersama ibuku di meja makan. Aku bertanya “mama, papa pernah menyesal ga sih melakukan itu?” Pertanyaan ini yang selalu ku utarakan sama mamaku hingga detik ini.

Papaku dalam kondisi yang sehat, bugar di usianya yang hampir 60 tahun. Apa sih sebenarnya yang dibutuhkan? Hanya sebuah ketulusan, kasih sayang dari orang-orang terdekat. Detik itu aku benar-benar fokus melihat dari sisi kesalahan papaku. Mamaku selalu menyadarkan aku, “Shyta, beruntung kamu sudah di kuliahkan papa, mama dulu ga bisa kuliah, padahal mama pingin banget kuliah di jurusan Hubungan Internasional (HI) atau Psikologi.” Makanya aku sekarang jadi lulusan HI. Aku merasa tenang ketika aku berusaha mewujudkan mimpi-mimpi mamaku. Aku selalu melibatkan impian mama dalam setiap impian kecil dalam hidupku. Mama melanjutkan perkataannya, “Jangan benci papa kamu ya. Aku hanya terdiam. Aku ga tau gimana kondisi hatiku yang selalu patah sebelum aku benar-benar jatuh cinta.

Setiap hari sabtu atau minggu, aku dan mama selalu main ke rumah keluarga papa. Ke rumah bude, rumah tante, ke rumah om. Aku merasakan banyak sekali pelajaran aku ambil ketika aku bersilaturahmi. Mama tau bagaimana membahagiakanku disaat-saat jemu selama 5 hari harus stay di rumah, cukup membawaku makan kwetiaw “Bang Oding” dan silaturahmi ke rumah keluarga. Setiap hari jumat, jika bukan diriku yang bertanya, mama ku yang bertanya “besok kita kemana ya mah?” “besok kita kemana ya ta?” “kita bikin mpek-mpek yuk ta di rumah.., kita bikin bakso ikan yuk taa di rumah.. kita beli mie ayam yuk taa di rumah..” Ini kata-kata yang selalu terngiang-ngiang ketika hari jumat tiba.

Selama jadi mahasiswa, kepulangan kali ini yang paling lama untukku, biasa cuma sebulan, yah paling lama 1 bulan setengah, ini juga karena statusku sudah bukan lagi mahasiswa.

Setiap malam aku selalu nonton film di youtube, lihat video IELTS, dan lain-lain. Sampai ada satu film yang aku klik lalu aku tonton, seperti Haji Backpacker, Bulan Terbelah di langit Amerika, 99 Cahaya di Langit Eropa, pokoknya yang dibintangin sama Hot Daddy “Abimana Arya Satya.” Dia sangat menginspirasi, mulai dari cerita tentang kehidupannya, sampai perjuangannya. Dia ga pernah tau ayahnya siapa, tapi dia berusaha untuk menemui ayahnya. Sedangkan aku?

Film-film ini memberikan pembelajaran buat aku, memberikan makna dari agamaku, dan menyentuh ke ranah internasional tentang bagaimana dunia memandang Islam, bagaimana dunia tanpa Islam. Sehingga membuat aku berikrar. “ISLAM ADALAH AGAMAKU YANG AKU BANGGAKAN DAN AKU INGIN ISLAM BANGGA KARENA AKU MENGHORMATI AGAMAKU.”

Pagi harinya, aku bilang sama mamaku, “mah habis pulang ngantar rama (adikku) sekolah, tolong potongin rambut aku yaa.” “udah pendek, mau dipotong kayak gimana lagi?” “pendek, kayak rama” (potongan cowok itu loo) Mama pulang ke rumah, selalu berhasil membuat aku lupa kalau aku minta potongin rambut. Teringat hari jumat, aku potong rambut aja sendiri. Aga sambil senyum-senyum dan geleng-geleng kepala ngeliat aku bolak-balik ngaca, dia juga melakukan yang sama dengan aku. Kalau aku jalan, kalau dia ngesot haha karena belum bisa jalan pada saat itu. Ga lama kemudian, mama pulang. “Taa daaa, mama aku potong rambut sendiri.” “wih sini mama liat.” Aku liatin potongan aku ke mama aku. “Shyta, yaa ampun ini pitak haha” mamaku ketawa. “Abis mama ga mau motongin rambut aku, yaudah rapiin-rapiin.” “ini dirapiin juga uda ga bisa, tunggu tumbuh lagi aja.” Dia ngomel gitu, tapi tetap aja dirapiin haha ini salah satu cara aku Hijrah. Keren banget yaa rambut, udah kayak cowok kalau dari belakang.

Terus aku mutusin buat poto formal dengan menggunakan kerudung walaupun pada saat itu aku belum yakin, aku perbarui poto SKCK dll. Saat aku memperbarui SKCK, polisinya nanya “Loh mba, kok beda?” “iya pak, itu lagi insaf haha” “lah cantikan yang ini.” “hati-hati pak, istrinya ngomel karena muji wanita lain haha.” “Bisa aja mba ini.”

8 Oktober 2016, sahabat ku cicy melakukan akad nikah, aku dijemput temanku untuk pergi bareng ke acara itu. Aga belum bangun, aku bilang sama papa. “Papa, aku mau ke acara akad nikah temanku, kalo aga bangun, tolong dipegang dulu.” “iya.” Terus aku berangkat. Aku benar-benar mempersiapkan bajuku sebaik mungkin. Karena 2 hari ini menjadi hari yang spesial, tentang persahabatan kami dan acara cicy haha. Ini pertama kalinya kita bertemu kembali, lengkap pula setelah bertahun-tahun tidak bertegur sapa. Setelah ikut acara itu, aku pulang ke rumah untuk ganti baju dan lanjut ngobrol di KFC depan komplek rumah aku dengan sahabat-sahabat aku. Pas aku pulang ke rumah, tu aga langsung nangis. Terus jalan nyariin aku. Minta aku gendong. “eh ateu mau ganti baju dulu.” Tetep aja nangis-nangis minta gendong, setelah aku ganti baju baru aku gendong haha. Terus kata mama aku, “udah ta, tiduran aja dulu. Mama dari tadi mau nidurin dia, malah ga tidur-tidur. Udah semua lagu mama nyanyiin.” “yaudah bobo, sama ateu yaa. Tapi janji langsung bobo ya.” Dia mainin mata gitu. Terus aku mau naruh dia ditempat tidur, eh kakinya malah di badan aku gamau dilepasin, “ayo bobo, tadi janjinya apa hayo.” Baru deh dilepasin kakinya. Aku boboin dia sambil nyanyiin lagu dan puk puk pantatnya. Tapi itu mata-mata kedip-kedip, takut aku pergi kali yaa. Aku bilang mama “mama, aga gamau tidur-tidur. Aku udah ditungguin teman.” “tinggalin aja.” Terus aku bilang sama aga, “aga, ateu pergi dulu yaa. Ateu ditunggu teman, nanti sore kita main bareng yaa, aga bobo sama yangti yaa.” Seolah ngerti gitu, dia bolehin aku pergi, rada nangis sih, tapi bentar.

9 Oktober 2016 adalah pernikahan sahabatku Irma Frachilia yang biasa kita panggil Cicy. Sahabat pertama yang menikah diantara kami semua. Aku sangat bersemangat. Sehingga aku memutuskan untuk menunda kepulanganku ke Purwokerto. Tepat di hari minggu sebelum tanggal itu, aku janjian dengan sahabat aku yang lain untuk membelikan dia kado. Hari itu adalah hari pertama aku bertemu dengan Indah. Mamaku yang mengantar aku ke rumah Indah, mama bilang “Shyta, kamu ga pakai kerudung, teman-teman kamu kan pakai kerudung.” Ntah aku terlalu nurut sama mamaku atau gimana. Aku langsung ambil kerudung yang pas dengan warna bajuku. Aku bertemu dengan Indah, kemudian kita melanjutkan perjalanan ke mall di Pontianak untuk membelikan kado buat Cicy. Aku masukin poto aku dan Indah ke instagram pribadiku, aku tulis “senangnya ketemu Indah.” Tapi yang paling membuat aku senang adalah pertama kalinya aku pakai kerudung. (#1 disapa masa lalu)

Sesuatu yang pertama kali dalam hidupku sungguh amat membekas, pertama kali dengar suara papa ditelpon, pertama kali aku dipercaya untuk menyelesaikan tugas, sampai-sampai pertama kali ada seseorang yan mengganggu pikiranku. Pertama kali.

Di hari pernikahan sahabatku, aku juga pakai kerudung. Bisa dibilang itu adalah hari pertama kali ngumpul bertujuh setelah lama tidak saling menghubungi atau bahkan bertatap muka satu sama lain. Kami cerita banyak hal, tanya sana-sini. Kapan mau nikah? Bla bla.. sampai-sampai ujungnya, aku yang ditanya. Aku jawab “jodoh aja belum turun dari langit.”

Sepulang dari pernikahan sahabatku, aku, mama, rama mau menjenguk pamanku yang lagi sakit. Aku mengibas-ngibas rambutku supaya ga lepek-lepek banget. Mamaku bertanya, “kamu ga pakai kerudung?” “ga, pegel.” Kata adikku, “ih.. perempuan ini ni.” Papaku yang ada disitu, no comment.
Teringat, pada hari itu adalah Idual Adha, aku mengenakan kerudung. Hampir seharian aku di rumah budeku. Aku pamit pulang dengan santainya. Aku ga merasa ada yang kelupaan. Terus dari dalam rumah mbaku (anak budeku) teriak-teriak, “Shyta, kerudungmu iki lo ketinggalan.” “Ups.” Haha

Salah satu keluargaku, yang punya anak seumuran denganku. Aku melihat dia, aku yakin sih beban dia lebih berat dari aku karena dia anak pertama yang masih memiliki 2 adik, sedangkan aku anak kedua. Aku teringat, ketika tahun 2011, aku sudah berangkat ke Purwokerto untuk melanjutkan studiku. Tiba-tiba untuk pertama kalinya aku melihat hapeku, tulisan disitu “Papa”. Papa nelpon aku, aku senang. Aku angkat telponnya, “oh, begini ya suara papa kalo ditelpon.” Papa bilang sama aku. “Shyta, paman (adiknya papaku), masuk rumah sakit karena stroke.” Penyakit ini yang membuat pamanku harus keluar dari pekerjaannya.

Lama sekali dia stroke, sampai sekarang sangat sulit untuk kembali normal. Tak lama berselang, ketika kepulanganku yang pertama kali ke Pontianak di tahun ini, aku dengar dia sedang sakit dan enggan dibawa ke rumah sakit. Kepulanganku yang kedua, di hari-hari menjelang kepulangan aku ke Purwokerto, aku mendengar paman akan dibawa ke rumah sakit, setelah melalui semua proses, ternyata pamanku gagal ginjal dan harus cuci darah, tak hanya itu, ternyata dia juga terkena batu ginjal. Setelah transfusi darah. Dia pulang ke rumah dan kondisinya drop lagi yang mengharuskan kembali masuk RS.

Aku benar-benar terketuk. Aku baru sadar ada yang cobaannya lebih berat daripada aku. Sepupuku yang harus menanggung beban ini bersama ibunya yang membuka warung makan. Mereka saja tidak pernah mengeluh.

Terkadang, banyak hal yang ga kita sadari yang terjadi dalam hidup kita untuk membuat kita menjadi lebih baik. Ntahlah, kita sebut hikmahkah, alasankah. 

Aku baru menyadari jikalau selama ini, Allah sudah mengabulkan doaku. Aku bisa bermanfaat untuk kakakku yang membutuhkan bantuan untuk menjaga my aga, keponakanku. Baru aku sadari bahwa sebenarnya aku yang ga bisa memaafkan diriku sendiri, bukannya aku pantas membenci papaku, sama sekali tidak layak. Apa yang papa lakukan buat aku lebih banyak dari apa yang aku lakukan untuk papa. Sama sekali tidak layak aku membenci papa. Sebenarnya aku yang ga bisa menerima kenyataan bahwa sekarang kondisinya sudah berbeda. Aku bukan lagi mahasiswa yang selama ini tinggal nunggu kiriman dari orang tua. Aku bukan lagi seorang "anak mama". Memilih hidup jauh dari orang tua, mengharuskan aku untuk memikirkan bagaimana memenuhi kebutuhan. Aku harus bertahan hidup.


Proses berhijrahku, tidak hanya sampai disini. Masih panjang. Setiap pembelajaran yang aku ambil yang membuatku yakin akan agamaku, aku akan kasih #.. Proses Hijrahku.. Setia menunggu dan tetap terjaga..

Tidak ada komentar:

Posting Komentar